Laptop Lama Menjadi Monitor Kedua untuk Desktop

See at my main website here

Sepertinya udah beberapa kali aku bahas soal laptop lamaku di blog ini. Sejak akhir tahun kemarin dimana aku memutuskan buat pakai lagi iseng-iseng aja, aku sudah mencoba beberapa hal yang sekiranya bisa dilakukan oleh laptop berumur 21 tahun ini.

Acer Aspire 3610, dengan Intel Pentium M keluarga Dothan, dibarengi Intel Mobile 915GM/SMS dan 910GML Express sebagai penyokong grafisnya serta RAM sebesar 2 GB saja, tentu ini adalah laptop yang sangat jauh dibanding dengan rata-rata komputer yang ada sekarang.

Tetapi dengan spek seadanya pun, aku masih bisa memanfaatkannya. Salah satunya sebagai monitor kedua untuk desktopku. Terdengar aneh dan gak lumrah, memang. Tetapi hal ini bisa dilakukan dengan satu trik khusus.

Walau secara langsung monitor pada laptop ini tidak bisa dijadikan sebagaimana monitor biasa yang standalone, alih-alih laptop itu sendiri menerima masukan dari komputer lain, kita bisa berbagi display output dari desktop utamaku melalui jaringan lokal bak remote desktop.

Di sini aku menyambungkan kedua komputer ini dengan kabel LAN secara langsung di port ethernet-nya. Karena memang tidak memiliki router dan jaringan internet di rumahku selama ini hanya berupa hostpot dari ponsel, jadi mau gak mau harus kayak gini. Oh, ya, langkah ini tidak memerlukan akses internet, jadi koneksi langsung seperti ini tidak masalah.

Kemudian karena Windows dapat menyambungkan kedua komputer tanpa memerlukan router, aku dapat mengatur alamat IP dari masing-masing komputer agar dapat mengenali satu sama lain. Di sini aku mengatur desktopku sebagai 192.168.1.1 dan laptopnya sebagai 192.168.1.2 agar mudah diingat.

Pengaturan alamat IP dari desktop

Nah, di sini aku menggunakan spacedesk, sebuah software yang bisa membuat ponsel, tablet, laptop atau desktop lainnya menjadi monitor tambahan. Software ini memanfaatkan koneksi jaringan lokal agar tersambung ke perangkat lainnya. Dulu pertama kali mencoba aplikasi ini untuk membuat hapeku menjadi monitor kedua dari desktopku. Dan ketika tahu bahwa spacedesk juga masih mendukung Windows 7 untuk aplikasi penampil display-nya, walau hanya berlaku untuk versi yang lebih lama.

spacedesk Driver Console di Windows 11

Yang perlu dicatat di sini adalah resolusi display output-nya nanti di sini serta bagaimana kualitas gambarnya. Desktopku menggunakan resolusi sebesar 2560×1440, sedangkan laptopku hanya sebesar 1280×800. Tentu di sini begitu timpang dan tidak serasi. But hey, you have got more display now! Aku biasa menata display kedua berada di sebelah kiri atau kanan display utama tergantung dimana laptopku aku letakkan dan mepet ke atas.

spacedesk Viewer di Windows 7 saat terhubung
spacedesk Viewer di Windows 7 saat tidak terhubung

Dan untuk kualitas gambar, sebenarnya cukup bagus, sih. Yang masalah adalah frame rate-nya walau menggunakan kabel, cukup rendah. Sub-20 fps, tetapi cukup jika digunakan untuk non-gaming atau multimedia. Walau memang aku sudah paksa untuk menggunakan bitrate yang lebih rendah dan kompresi mepet, kualitas gambarnya masih dibilang oke. Walau memang layar laptopnya juga bisa dibilang udah cukup uzur, jadi minor dikit pun tidak tampak.

Aku sempat menggunakan setup yang seperti ini dimana aku gunakan untuk menampilkan catatanku di Google Keep, mengetik saat nggarap terjemahan atau bikin proposal skripsi, atau buat menampilkan jendela layaknya Now Playing di Apple Music atau Winamp, bahkan untuk nonton video juga, walau untuk selingan layaknya menyalakan TV sebagai background noise saat bekerja di display utama.

Setup dua monitor dengan laptop lama sebagai monitor kedua

Dalam beberapa bulan aku masih menggunakan setup yang seperti ini. Cukup kebantu walau kalau dibilang enak juga belum tentu enak seperti pakai monitor beneran yang dicolok langsung ke desktop. Ini juga belum bicara soal konsumsi listriknya, karena sejatinya aku jadi menyalakan dua komputer secara bersamaan sehingga konsumsinya lebih tinggi daripada hany satu desktop dengan dua monitor.

Setup seperti ini pun sebenarnya udah pernah aku coba sebelum menggunakannya sebagai display kedua, tetapi hanya sebagai “wadah” untuk hard disk yang ada di dalam laptop itu sebagai penyimpanan tambahan untuk desktop, karena kebetulan pas itu juga butuh ruang lagi tetapi buat beli hard disk SATA baru juga belum ada dana. Walau hanya sekitar 100 GB lebih, lumayan lah untuk menyimpan koleksi lagu atau anime atau yang lainnya bermacam-macam sembari melegakan hard disk internal di desktop.

Tetapi jika sewaktu-waktu aku berbagi file antar komputer, framerate di spacedesk bakal turun karena bandwidth-nya terpakai untuk transfer file, mengingat hanya mentok di 100 Mbps saja, atau 10 MB/s.

Ujungnya aku meninggalkan setup yang seperti ini. Selain karena konsumsi listriknya lumayan tinggi dan tidak optimal untuk situasi apapun, aku sekarang mainly pakai Fedora dan spacedesk yang bertindak sebagai server tidak tersedia untuk Linux dan hanya ada di Windows. Jadi aku tidak bisa menggunakan setup dua monitor sekarang. Mungkin lebih baik jika aku beli monitor lagi saja, ya.