Masih sering kepikiran sama digital minimalism atau digital detox. Harusnya ini jadi salah satu draf yang mau gue pakai buat jadi sebuah video, tetapi gak ada salahnya gue bahas sekarang di sini.
Kemarin sempet baca dari artikelnya Mbak Vinsen, terus kepikiran kayak kita punya smartphone itu harusnya bersyukur banget karena kerasa lebih mudah mengakses hal-hal yang sebelumnya terpisah per perangkat yang tentu lebih mahal.
Dan dari artikelnya The Etymology Nerd, gue juga mikir kalo gak pake smartphone itu kesannya emang ada privilege banget buat orang tersebut bisa punya kehidupan kayak gitu. Heck, bukan cuma sama orang kaya loh, ya. Tapi sama orang yang sama-sama middle class di AS pun kita gak bisa nyamain secara ekonomi dan sosial.
Dan belum sama hampir semua aspek kehidupan kita sebagai orang Indonesia itu benar-benar gak jauh dari smartphone. Bayar QRIS, nyetel lagu lewat YouTube (yang terjangkau), foto-foto karena gak semua orang punya kamera saku, keperluan belanja, transportasi dan navigasi. Tahu sendiri, ‘kan, ya. Belum lagi kita udah jarang pakai telepon biasa dan SMS, semua udah pakai WhatsApp. Semua ini ada ya karena smartphone.
Kita bisa aja taking the dumbphone way of the movement, cuma kita sendiri gak bakalan sanggup buat stay di masyarakat yang udah fit in dengan smartphone. Ada yang mau ngehubungi kamu? Too bad, mereka gak ada pulsa. Ini hal paling dasar, loh. Bukan hal yang tersier. Mungkin lain kali perlu aku cek apa aja yang rata-rata orang perlukan di smartphone, kecuali untuk jejaring sosial dan hiburan tentunya.
Foto oleh Hiep Nguyen