Kadang gue mikir, kadang enggak.
Tapi kadang kepikiran buat mencoba hal baru, ya, ‘kan? Ya mungkin itu yang gue pikirin saat gue pencet tombol “beli” di salah satu marketplace yang cukup terkenal di Indonesia. Panggil aja marketplace… biru? Anggep aja biru deh, walau logonya jingga. Aksen birunya lebih kerasa. Anyway, pas itu mungkin emang lagi iseng doang gue sama bapak gue buat install aplikasi marketplace ini gegara iklannya yang kalau gue enggak salah inget kayak bonus diskon ini itu, lah. Macam-macam.
Skip forward a little bit, gue iseng beli headphone knock off Sony yang seharga belasan ribu rupiah doang. I mean, what the hell is going on here. I know, before you guys gonna roast me, gue udah tahu dan paham soal produk-produk knock off dan murah kayak gini. Gue juga enggak gampang dibodohin sama barang murah. But still, orang penasaran, ‘kan. Belum pernah beli yang benar-benar knock off kayak gini. Back to the headphone. Tentu saja seller pasti bikin visual yang appealing dong biar pada beli. Walau deskripsi barang tentunya tidak diperhatikan dan acak-acakan. Di saat gue nulis artikel ini, berbulan-bulan setelahnya, gue udah enggak begitu ingat apa aja yang ada di laman produknya. Sorry for that. But you know the drill.
Karena bapak dan gue sama-sama install aplikasinya di dua hape berbeda, gue beli lagi. Tapi kali ini gue beli earphone bluetooth yang harganya cuma Rp 14 ribu doang. Dua output sih, kanan kiri, gue udah batin kalau enggak mungkin stereo, ‘kan. Akhirnya gue putusin buat beli keduanya.
Kebetulan pas banget dua-duanya dateng bareng sama kurir yang sama. Dan gue segara mencoba keduanya. Jujur, gue jelas enggak mengharapkan apapun yang bagus dari kedua perangkat ini. Like, bayangin barang yang lu beli cuma seharga Nescafe kalengan yang varian black dua biji. Of course it will sounds like crap, or is it?
Gue pertama ngetes headphone Sony KW yang dibeli pake akun bapak gue. It is indeed sounds like a bullcrap. Suaranya kecilnya banget di volume maksimal. Bantalannya jelas kerasa murahan. Build quality-nya jelas ampas bener, terasa dari plastiknya. Dan lagipula siapa sih yang mau pake headphone enggak jelas kayak gini kalau bahkan earphone konter 30 ribuan, dua kali lipat harganya masih mendingan?
Moving on, gue nyoba earphone bluetooth yang enggak ada merknya sama sekali. Gue beli pakai akun gue sendiri. Pas itu gue posisi lagi pakai DeFunc GO Music (earphone jelek wkwkwk), dan gue bandingin ya jelas jauh. Bass-nya enggak dalem, mid-nya terlalu kasar, treble masih flat sih. Also it is not a stereo wireless earphone, it is cheap af indeed. Well, i mean, i expected that. Delay-nya juga parah banget, gue enggak tahu tepatnya delay berapa milidetik, tapi beneran noticeable kalau ada delay. Dan buat baterainya dalam full charge masih bisa tahan 6 jam, which is impressive.
Tapi surprisingly wireless earphone ini dia did a better job than headphone Sony KW. Volumenya yang dihasilkan masih reasonable and acceptable. 10 meter masih nyampai, normal. Dan buat voice call atau meeting daring masih usable banget. Kebetulan di bulan-bulan itu masih daring secara kuliah gue, ‘kan. Sering gue pake earphone ini buat kuliah pas nyambi cuci piring atau bebersih warung. Jadi gerak lebih fleksibel dan gue masih bisa lebih fokus ke kelas atau sejenisnya. Kalau buat musik, gue masih bisa menerimanya kalau buat easy-go listening (atau apalah gue enggak tahu istilahnya wkwkwk).
Hingga sekarang gue masih pakai earphone wireless ini. Gue masih oke kalau buat panggilan doang, atau ya tadi, dengerin lagu buat nemenin kegiatan yang butuh gerak doang. Lalu buat headphone-nya, no. I couldn’t take it anymore, definitely an absolute trash.
Overall, it was great to try these crap. Like, you trying to tell you guys “you don’t have to buy it, because i have”. Tapi tentu saja kalian kalau dalam berbelanja udah tahu mana yang bagus dan cocok buat kalian sendiri, ‘kan. Gue udah tahu. Tapi gue penasaran, gue bakal beli sampah apaan lagi ya nantinya…